Saat kita menemui suatu permasalahan, berpikirlah positif. Saat kita memperoleh kegagalan dalam kesuksesan, berpikirlah positif. Saat kita menghadapi jalan buntu, berpikirlah positif. Karena sesungguhnya jalan keluar suatu permasalahan itu pasti ada, dan jalan keluar itu bisa kita raih jika kita terus berpikir positif.
Yakinlah, akan selalu ada cahaya yang menerangi dalam gelap.
Sebuah kisah bijak aku peroleh dari sahabatku, semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran hidup kita tentang arti pentingnya berpikir positif. Yuk, kita simak aja.
*****
Suatu ketika , seorang pria menelepon Norman. Ia tampak sedih, tidak ada lagi yang dimilikinya dalam hidup ini. Akhirnya, Norman mengundang pria itu untuk datang ke kantornya.
"Semuanya telah hilang, tak ada harapan lagi" kata pria itu.
"Aku sekarang hidup dalam kegelapan yang amat dalam. Aku telah kehilangan hidup ini." keluh pria itu.
Norman tersenyum penuh simpati...
"Mari kita pelajari keadaan Anda", katanya kepada pria itu dengan lembut.
Pada selembar kertas ia menggambar sebuah garis lurus dari atas ke bawah tepat di tengah-tengah halaman.
Ia menyarankan pada pria itu agar pada kolom kiri, dituliskan apa-apa saja yang telah hilang dari hidupnya. Sedangkan pada kolom kanan, ia diharuskan untuk menulis apa-apa saja yang masih tersisa.
" Kita tak perlu mengisi kolom sebelah kanan, " kata pria itu tetap dalam kesedihan.
" Aku sudah tidak punya apa-apa lagi."
"Lalu kapan kau bercerai dari istrimu ?" tanya Norman.
" Hei, apa maksudmu ? Aku tidak bercerai dari istriku, ia amat mencintaiku ! "
" Wah bagus sekali kalau begitu" sahut Norman antusias..
"Mari kita catat sebagai nomor satu di kolom sebelah kanan, istri yang sangat mencintai " Nah, sekarang kapan anakmu itu masuk penjara ? " lanjut Norman bertanya...
" Anda ini konyol sekali . Tak ada anakku yang masuk penjara !" ujar pria itu sedikit kesal..
" Bagus ! ini menjadi hal nomor dua untuk kolom sebelah kanan " Anak-anak tidak berada dalam penjara" kata Norman sambil menuliskannya di atas kertas tadi.
Setelah beberapa pertanyaan dengan nada yang serupa, pria itu akhirnya mulai menangkap apa dari maksud Norman dan tertawa pada diri sendirinya.
" Menggelikan sekali, betapa segala sesuatunya berubah ketika kita berfikir dengan cara seperti itu," kata pria itu.
*****
Kata orang bijak, bagi hati yang sedih, lagu yang riang sekalipun akan terdengar memilukan. Sedangkan orang bijak lain berkata, sekali pikiran negatif terlintas di pikiran, dunia pun akan terjungkir balik.......
Maka mulailah hari dengan selalu berfikir positif....
Tapi apakah semua itu sudah cukup? Tentu belum ! Lho, kenapa?
Ada sebuah pertanyaan, "Sebenarnya apa yang menjadi dasar untuk menentukan yang mana masuk positive thinking dan mana yang masuk negative thinking?"
Saat saya merenungkan pertanyaan ini saya langsung teringat dengan berbagai peristiwa yang telah saya alami dalam hidup saya. Saya juga telah mempraktekkan positive thinking. Teman-teman saya juga begitu.
Ternyata positive thinking saja tidak cukup untuk bisa meraih sukses. Positive thinking dan negative thinking masih dipengaruhi oleh persepsi dan keterbatassan pola pikir kita sendiri. Apa yang kita yakini sebagai sesuatu yang positif ternyata belum tentu positif. Bisa jadi, kita merasa atau yakin pikiran ini positif karena berdasar pada asumsi atau paradigma berpikir yang salah, yang masih dipengaruhi oleh belief system kita, yang kita yakini sebagai hal yang benar. Jadi kita merasa telah berpikir positif atau positive thinking. Padahal belum tentu yang kita lakukan adalah positive thinking.
Kita harus bergerak dari negative thinking ke positive thinking dan akhirnya mencapai Right Thinking. Mengapa right thinking? Right Thinking adalah mengetahui siapa diri kita yang sesungguhnya, apa tujuan hidup kita yang tertinggi, apa misi hidup kita di dunia ini, dan menyelaraskan diri dengan hukum abadi yang mengatur alam semesta. Right thinking juga berarti kita berpikir dengan dasar Kebenaran dan menjadi dasar dari semua proses dan level berpikir lainnya.
Right Thinking berasal dari kesadaran akan kebenaran atau dari realitas yang sesungguhnya dari setiap situasi yang kita hadapi. Right Thinking membuat kita mampu melihat segala sesuatu apa adanya, tanpa terpengaruh emosi sehingga kita bersikap netral.
Mungkin sampai di sini anda merasa bingung? Ok, saya beri contoh. Misalnya ada orang yang menghina kita. Apa yang kita lakukan? Kalau negative thinking maka kita pasti akan marah besar. Semakin berkobar emosi kita maka akan semakin negatif kita jadinya. Emosi yang dipicu oleh negative thinking ibarat bensin yang disiramkan ke kobaran api. Kita menyalahkan orang yang telah menghina kita. Pokoknya, orang ini yang salah, titik.
Kita, biasanya, akan berusaha mengatasi hal ini dengan menggunakan positive thinking. Apa yang kita lakukan? Kita berusaha berpikir positif, berusaha memaafkan, berusaha mengerti, melakukan reframing, berusaha mengendalikan emosi kita, berusaha mencari hal-hal positif dari kejadian ini.
Bagaimana dengan Right Thinking? Dengan right thinking kita mencari kebenaran dari apa yang kita alami. Kita harus melampaui belief system kita untuk bisa menggunakan right thinking. Tanyakan kepada diri kita, "Kebenaran apa yang terkandung dalam kejadian ini?"
Saat kita mendapat jawaban dari hati nurani kita dan kita melakukan tindakan berdasar jawaban yang kita peroleh maka pada saat itu kita telah menggunakan right thinking.
Right Thinking berarti kita menyadari sepenuhnya bahwa kita bukanlah pikiran kita. Kita adalah yang menggerakkan pikiran kita. Kita mencipta realita hidup kita. Kita bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang kita alami, hal yang baik maupun yang buruk.
Saat seseorang menghina kita, apakah benar bahwa "kita" yang dihina? Coba tanyakan pada diri kita secara jujur. "Sebenarnya siapa sih yang dihina? Apakah benar saya dihina? Bagian mana dari diri saya yang merasa dihina?"
Kalau kita menggunakan Right Thinking maka kita sadar bahwa sebenarnya kita tidak dihina. Tidak ada seorang pun yang bisa menghina kita. Yang sebenarnya terjadi adalah kita telah memberikan makna terhadap kejadian itu, berdasar pada asumsi, persepsi, pengalaman hidup di masa lalu, belief system, dan value kita, yang mengakibatkan munculnya emosi negatif. Eleanor Roosevelt dengan sangat bijak berkata, "No one can make you feel inferior without your consent."
OK, anda mungkin berkata, "Lha, tapi kita kan tetap tersinggung karena dihina." Kalau anda tetap bersikeras dengan pendapat ini, baiklah, ijinkan saya mengajukan satu pertanyaan pada anda, "Siapakah yang tersinggung atau merasa terhina? Aku? Saya? Aku yang mana? Bagian mana dari diri saya yang tersinggung?"
Kalau kita mau jujur maka yang sebenarnya "kena" adalah perasaan kita. Pertanyaan selanjutnya adalah, "Apakah perasaan kita sama dengan diri kita? Apakah perasaan kita adalah diri kita?" Tentu tidak. Perasaan, sama dengan pikiran, akan selalu timbul dan tenggelam, tidak abadi, dan sudah tentu bukan diri kita.
Apakah sobat semua mengerti apa yang saya bicarakan??
(Call me Batz, sad-ewing, Norman Vincent Peale: Penulis buku The Power of Positive Thinking)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar